Wait a moment...
Site Logo Site Logo

Contact Us

shape shape

-Photo by Agung Parameswara

Opinion 1 Juli 2024

Apakah Bali Sudah Mendapat Manfaat Maksimal dari Devisa Pariwisata?

Apakah Bali Sudah Mendapat Manfaat Maksimal dari Devisa Pariwisata?

Pendapatan devisa pariwisata Bali memberikan kontribusi yang signifikan bagi Indonesia. Berikut adalah beberapa data yang relevan terkait pendapatan devisa pariwisata Bali dalam beberapa tahun terakhir:

Sebelum Pandemi COVID-19 Indonesia mencatat pendapatan devisa dari pariwisata sebesar sekitar USD 20 miliar. Bali, sebagai destinasi utama, menyumbang sekitar 40-45% dari total pendapatan devisa pariwisata Indonesia. Ini berarti Bali berkontribusi sekitar USD 8-9 miliar.

Sedangkan pada psca pandemi covid 2020-2021 Pendapatan devisa pariwisata menurun drastis akibat pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan. Pada tahun 2020, pendapatan devisa pariwisata Indonesia menurun hingga sekitar USD 3,54 miliar. Kontribusi Bali menurun seiring dengan penurunan jumlah wisatawan yang signifikan.

Di 2022-2023 Dengan mulai pulihnya sektor pariwisata dan dibukanya kembali perbatasan, pendapatan devisa pariwisata mulai meningkat kembali. Diperkirakan kontribusi Bali kembali meningkat seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan domestik dan internasional.

Secara umum, Bali merupakan salah satu penyumbang terbesar pendapatan devisa pariwisata Indonesia, terutama karena daya tarik alam, budaya, dan fasilitas pariwisata yang lengkap. Meskipun pandemi telah memberikan dampak signifikan, upaya pemulihan dan promosi terus dilakukan untuk mengembalikan dan meningkatkan kontribusi Bali terhadap devisa pariwisata Indonesia.

Pemerataan hasil devisa di Bali menjadi isu krusial mengingat kontribusi pariwisata terhadap perekonomian daerah ini. Pemerataan pariwisata di Bali menjadi topik penting mengingat dominasi kawasan tertentu seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud dalam menarik wisatawan. Namun disisi lain pemerataan hasil devis aitu dirasa hasilnya tidak merata bagi sebagain Pembangunan di daerah-daerah tertentu di Bali.

Berikut adalah beberapa contoh nyata yang menunjukkan bagaimana manfaat devisa pariwisata Bali belum merata di setiap daerah:

 

  1. Kesenjangan Ekonomi antara Selatan dan Utara Bali:
    • Kawasan Selatan Bali (Kuta, Seminyak, Nusa Dua): Daerah-daerah ini mengalami perkembangan pesat dengan banyaknya hotel, restoran, dan fasilitas wisata lainnya. Pendapatan dari pariwisata tinggi dan banyak masyarakat lokal yang bekerja di sektor pariwisata.
    • Kawasan Utara Bali (Buleleng, Lovina): Daerah ini kurang berkembang dibandingkan kawasan selatan. Infrastruktur pariwisata kurang memadai, dan jumlah wisatawan yang datang jauh lebih sedikit. Akibatnya, pendapatan dari pariwisata di kawasan ini juga lebih rendah.
  2. Perbedaan Infrastruktur dan Fasilitas:
    • Wilayah yang Berkembang: Di wilayah-wilayah seperti Ubud dan Jimbaran, terdapat infrastruktur yang baik seperti jalan yang bagus, jaringan listrik yang stabil, dan akses ke air bersih. Fasilitas umum seperti rumah sakit dan sekolah juga lebih baik.
    • Wilayah Kurang Berkembang: Di wilayah-wilayah seperti Karangasem dan Jembrana, infrastruktur masih kurang memadai. Jalan-jalan banyak yang rusak, akses listrik dan air bersih terbatas, dan fasilitas umum masih kurang.
  3. Ketimpangan dalam Pendidikan dan Pelatihan:
    • Daerah Pariwisata Utama: Di daerah-daerah seperti Kuta dan Nusa Dua, banyak tersedia program pendidikan dan pelatihan di bidang pariwisata, seperti kursus bahasa Inggris, pelatihan perhotelan, dan kursus pemandu wisata.
    • Daerah Tertinggal: Di daerah-daerah yang kurang berkembang, akses ke pendidikan dan pelatihan masih terbatas. Hal ini membuat masyarakat lokal kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja di sektor pariwisata.
  4. Pendapatan dari Sektor UMKM:
    • Daerah Wisata Populer: UMKM di daerah-daerah wisata populer seperti Seminyak dan Ubud mendapatkan banyak manfaat dari kunjungan wisatawan. Mereka bisa menjual produk-produk lokal seperti kerajinan tangan, makanan, dan minuman dengan harga yang baik.
    • Daerah Non-Wisata: UMKM di daerah-daerah yang tidak populer di kalangan wisatawan mengalami kesulitan menjual produk mereka. Mereka tidak mendapatkan banyak kunjungan wisatawan sehingga pendapatan mereka jauh lebih rendah.
  5. Dampak Lingkungan dan Sosial:
    • Daerah Wisata Intensif: Di daerah-daerah dengan pariwisata intensif seperti Kuta dan Legian, masalah lingkungan seperti polusi dan kemacetan menjadi masalah besar. Selain itu, terjadi juga gentrifikasi yang membuat harga properti dan biaya hidup naik, membuat masyarakat lokal kesulitan.
    • Daerah Lain: Daerah-daerah yang kurang berkembang mungkin tidak mengalami masalah lingkungan yang sama, tetapi mereka juga tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang cukup dari pariwisata.

Meskipun Bali menghasilkan devisa yang besar untuk Indonesia melalui sektor pariwisata, manfaat ekonomi tersebut belum merata dirasakan oleh seluruh masyarakat Bali. Beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan ini meliputi:

  1. Konsentrasi Pengembangan Pariwisata:
    • Wilayah Terbatas: Pengembangan pariwisata di Bali sering kali terpusat di wilayah tertentu, seperti Kuta, Seminyak, Ubud, dan Nusa Dua. Hal ini menyebabkan daerah-daerah lain di Bali kurang mendapatkan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata.
    • Investasi Asing dan Nasional: Banyak investasi besar di sektor pariwisata datang dari luar daerah atau luar negeri, sehingga sebagian besar keuntungan kembali ke investor luar, bukan ke masyarakat lokal.
  2. Kesenjangan Ekonomi:
    • Perbedaan Pendapatan: Ada kesenjangan pendapatan yang signifikan antara pekerja di sektor pariwisata dengan penduduk yang bekerja di sektor-sektor tradisional seperti pertanian. Sektor pariwisata memberikan pendapatan yang lebih tinggi, namun tidak semua penduduk dapat beralih ke sektor ini.
    • Harga Tanah dan Properti: Peningkatan pariwisata juga menyebabkan kenaikan harga tanah dan properti, yang sering kali tidak terjangkau oleh masyarakat lokal, terutama mereka yang bekerja di sektor non-pariwisata.
  3. Ketergantungan pada Sektor Pariwisata:
    • Rentan terhadap Krisis: Ketergantungan yang besar pada sektor pariwisata membuat ekonomi Bali sangat rentan terhadap krisis, seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19. Banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian ketika pariwisata berhenti.
    • Kurangnya Diversifikasi Ekonomi: Kurangnya diversifikasi ekonomi membuat banyak masyarakat bergantung pada pariwisata, yang tidak selalu stabil dan berkelanjutan.
  4. Pemberdayaan Masyarakat Lokal:
    • Pendidikan dan Pelatihan: Tidak meratanya akses terhadap pendidikan dan pelatihan di bidang pariwisata membuat sebagian masyarakat tidak dapat memanfaatkan peluang kerja di sektor ini.
    • UMKM Lokal: Kurangnya dukungan dan akses ke pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal membuat mereka sulit bersaing dengan bisnis besar yang memiliki modal lebih besar.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, perlu dilakukan upaya seperti:

  • Pemerataan Investasi: Mengarahkan investasi ke daerah-daerah yang kurang berkembang untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas pariwisata.
  • Pelatihan dan Pendidikan: Menyediakan program pelatihan dan pendidikan di bidang pariwisata di seluruh Bali, bukan hanya di daerah wisata utama.
  • Dukungan UMKM: Memberikan dukungan lebih besar kepada UMKM di daerah-daerah yang kurang berkembang untuk membantu mereka mengakses pasar dan meningkatkan kualitas produk.
  • Promosi Daerah Baru: Mempromosikan daerah-daerah baru sebagai destinasi wisata untuk menyebarkan manfaat ekonomi lebih merata.

Pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan bahwa manfaat dari pendapatan devisa pariwisata Bali dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat di pulau tersebut.