#

#
By WARC
March 28, 2025
“Paket Nyepi” dan Kesunyian Bali
Oleh: I Ngurah Suryawan
Hiruk pikuk belakangan ini yang terjadi di Bali akan jeda sejenak pada perayaan Nyepi Caka 1947 yang jatuh pada hari Sabtu, 29 Maret 2025. Rentetan kemeriahan menjelang pelaksanaan Nyepi Caka 1947 berlangsung di seluruh wilayah Bali maupun belahan lain negeri ini dimana penduduk Hindu bermukim. Yang paling marak dan menyita antusias sudah tentu adalah festival ogoh-ogoh yang disambut sumringah oleh publik di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. Selanjutnya adalah ritual Melasti ke laut, Tawur Kesanga, dan Nyepi.
Rangkaian upacara itu membuat masyarakat Hindu, khususnya di Bali, terlihat sibuk mempersiapkan ritual yang akan berlangsung. Setelah terbenam dalam berbagai kesibukan mempersiapkan ritual, ujung dari rangkaian itu adalah Nyepi, sipeng, kesunyian sepanjang hari yang semestinya dimaknai penuh keheningan untuk merefleksikan perjalanan diri dan kehidupan hingga saat ini. Orang Bali dan lingkungannya yang semakin gemuruh dan berlari cepat dalam perubahan sudah tentu memerlukan jeda untuk berefleksi dan berkaca wajah diri kini.
Suka atau tidak, moda ekonomi bernama pariwisata dan perputaran kapital dengan caranya sendiri merambah berbagai ruang di Bali. Tidak terkecuali Nyepi. Saya masih ingat sekali sejak tahun 1990-an, setahu saya, diperkenalkanlah paket-paket Nyepi oleh para pelaku pariwisata. Pada saat itu kemasannya adalah menyaksikan pawai ogoh-ogoh, makanan dan atraksi tarian, dan sudah tentu malam gelap-gulita nyepi saat berbagai lampu penerangan dimatikan. Bagi beberapa wisatawan, pengalaman ini tentu sangat eksotis dan berkesan saat merasakan langsung paket Nyepi di hotel, yang mengemasnya dengan lihai untuk menarik minat wisatawan.
Kini, di tahun 2025, berbagai paket Nyepi di daerah-daerah wisata terdepan di Bali terus saja hadir. Mungkin hanya berhenti sejenak pada saat pandemi Covid-19. Paket Nyepi rutin hadir sebagai salah satu tawaran dari pegelola hotel ataupun penginapan kepada para wisatawan. Tawaran potongan harga fasilitas menginap dengan berbagai paket dari mulai meditasi hingga pengenalan Nyepi tidak luput menjadi daya tarik pelaku pariwisata. Paket Nyepi membungkus Bali untuk dihjual kepada wisatawan.
Sejatinya paket Nyepi ini sudah berulang-kali diperingatkan untuk tidak ditawarkan. Pada tahun 2025 ini, Dinas Pariwisata Provinsi Bali mengingatkan kepada pelaku usaha khususnya hotel dan penginapan untuk tidak menjual paket Nyepi. Para pelaku pariwisata diharapkan menghormati umat Hindu di Bali yang akan melaksanakan Tapa Brata Penyepian pada hari Nyepi nanti. Tapi apa lacur, paket Nyepi tetap saja muncul di media sosial dan menjadi “jualan” yang memikat kepada wisatawan untuk menikmati Nyepi. Hotel dan penginapan berlomba-lomba menawarkan paket Nyepi yang paling menarik di tengah musim sepi wisatawan sepanjang Maret-April ini.
Memaknai Kesunyian
Keberanian Bali untuk memberi jeda laju kehidupan di tengah semua orang bergegas patut dimaknai dengan lebih mendalam, tidak sebatas ritual. Pemaknaan itu salah satunya menurut saya adalah pada kesunyian itu sendiri. Tapi tentu tidak mudah menawarkan pemahaman tentang kesunyian ini di tengah dunia pragmatis yang semakin menghimpit Bali. Jangan-jangan tawaran ini dianggap sebagai sebuah keanehan, solah ane soleh-soleh (tindakan yang main-main).
Justru kini bukan kesunyian yang terjadi di Bali, tapi hiruk-pikuk keramaian dengan berbagai permasalahannya. Tidak hanya carut-marut dunia pariwisata dan Bali yang semakin melekat, tapi juga ramainya ritual yang terus berjalan beriringan dengan kesemrawutan tersebut. Bahkan, pernyataan satir sempat diungapkan oleh salah satu tokoh masyarakat Bali, orang Bali suntuk sibuk melakukan ritual, para pemodal investor pariwisata juga sibuk mengeruk keuntungan di tanah Bali ini. Sementara orang Hindu Bali suntuk melakukan ritual dalam berbagai bentuk, yang meriah dan menghabiskan waktu, para investor ini juga suntuk untuk mengincar wilayah-wilayah baru untuk ekspansi bisnis mereka. Hal ini bukan hanya berlaku dalam skala investasi besar, tapi juga bisnis-bisnis kecil yang merambah Bali dalam berbagai aspek.
Saya jadi teringat esai menggugah dari IBM Dharma Palguna berjudul “Mantra dan Polisi Adat” (2007: 20-24). Setiap hari ada ritual di Bali, tidak pagi, tidak siang, tidak malam. Orang tidak berpendidikan pun tahu, telah terjadi kemajuan hebat pada kebiasaan ritual. Gelombang besar ritual menyebabkan apa yang dulu tidak ada, sekarang diadakan. Apa yang dulu samar karena bersifat rahasia, sekarang dipamerkan dengan vulgar. Apa yang dulu dilakukan diam-diam sendirian dalam kesunyian, sekarang dilakukan beramai-ramai dan diberitakan di televisi.
Ritual benar-benar peristiwa kolosal. Tidak mengherankan jika ritual kemudian menjadi pusat kehidupan, pusat perputaran ekonomi, serta negosiasi politik lainnya. Tapi ritual tidak selalu aman. Orang melindungi ritual, pada zaman dahulu, dengan mengadakan ritual jauh dari pemukiman penduduk. Dan dilakukan dengan sangat rahasia. Walau diadakan di tempat sepi sekali pun, ritual tetap tidak aman. Gangguan tetap saja ada. Energy negative alam material sekitar sering menggagalkan ritual. Untuk melawannya, para ritualis mengembangkan formula magis berupa mantra. Bila diucapkan dengan tepat, berulang-ulang, akan membangkitkan energy positif di dalam pikiran. Energi negatif dinetralisir oleh kekuatan vibrasi energi pikiran itu.
Tapi sekarang, banyak ritualis merasakan bahwa mantra sendiri tidak lagi cukup melindungi ritual dari gangguang fisik dan non-fisik. Bukan karena mantra yang suci itu tidak bisa dipakai. Bukan pula orang sakti tidak bisa memakai. Karena ritual telah menjadi sangat kompleks. Berbagai sungai kepentingan bermuara di sana, dari kepentingan ritual itu sendiri, sampai kepentingan yang tidak ada hubungannya dengan ritual. Ritual dan kebudayaan berkembang semakin tinggi. Tinggi berarti “jauh dari tanah”.
Tujuan ritual sejatinya adalah keheningan, kedamaian, yang ditempuh dengan jalan berliku penuh kompleks. IBM Dharma Palguna dalam esainya yang lain, “Bebas dari Agama” (2007: 65-69) mengungkapkan Tuhan dikatakan kesunyian yang hanya bisa didekati dengan kesunyian. Apabila di sekitar kita setiap hari ada orang ramai-ramai mencari Tuhan, yang akan mereka temukan adalah keramaian itu sendiri. Ibarat sebuah sungai, ramai ada pada satu tepi, dan sunyi ada pada tepi yang lain. Orang boleh berdebat bahwa ramai dan sunyi sama-sama indah, atau yang satu lebih indah dari yang lain. Perdebatan seperti itu biasa dalam agama, karena perdebatan seperti itu terbukti membuat agama semakin maju, tersistem, terstruktur. Orang yang telah bebas dari agama telah pula meninggalkan perdebatan seperti itu jauh di belakang.
Mengiringi suasana Nyepi Caka 1947, saya kira salah satu refleksi penting bagi Bali (manusia dan tanahnya) adalah mengheningkan hati dan pikiran, salah satunya dalam kesunyian Nyepi nanti, untuk merespon berbagai perubahan yang terjadi di tanah Bali kini. Berbagai sifat culas dan hipokrit yang mengiringi perjalanan Bali harus dilebur dan digantikan oleh kejernihan pikiran, juga kejujuran dan ketetapan hati untuk menjadikan Bali sebagai spirit di setiap benak manusianya. Spirit yang selalu menghidupi Bali hingga kini, dari kecerdasan para leluhur yang mewariskan pengetahuan dan sendi-sendi peradaban, hingga para generasi muda Bali yang memaknai Bali dengan dinamis dan transformatif. Pada akhirnya, hanya dengan kesunyian dan ada keheningan di dalamnya, pengetahuan bisa menjadi suluh Bali di masa depan.
Syaratnya sudah tentu kepada para pemimpin dan masyarakat Bali menempatkan dirinya di bawah pengetahuan. Pengetahuan layaknya air, mengalir ke tempat yang rendah. Oleh sebab itulah pengetahuan akhirnya akan sampai pada orang yang memposisikan dirinya di bawah. Sebaliknya, pengetahuan tidak akan didapatkan oleh orang yang menempatkan dirinya lebih tinggi dari pengetahuan itu. Tradisi Bali menyebut pengetahuan itu Jnana. Daya halus Jnana adalah berupa kemampuan memandang kesejatian (Tattwa). Keheningan hati dalam melihat kesejatian itulah yang dinamakan Jnana Jati, pengetahuan untuk pembebasan yang sejati (IBM Dharma Palguna, 2018).
Foto oleh: Agung Parameswara
Peguyangan - Sesetan, 26 Maret 2025
Lihat: “Dispar Bali Ingatkan Hotel Tak tawarkan ‘Paket Nyepi’” dalam Nusa Bali, 25 Maret 2025.
Mengenai iklan dan tawaran paket Nyepi dari berbagai hotel berbintang, lihat: https://bali.idntimes.com/travel/destination/ari-budiadnyana/paket-nyepi-hotel-di-sanur-2025-c1c2 (diakses 20 Maret 2025).