#

#
By I Nyoman Gede Maha Putra ST., MSc., Ph. D.
January 15, 2025
Pariwisata, Perdagangan Satwa Liar International dan (Ketidakefektifan) CITES
Industri pariwisata berpotensi menjadi pemain utama dalam perdagangan satwa liar ilegal, mengingat cinderamata ilegal sering dijual kepada wisatawan yang tidak mengetahui peraturan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (CITES) serta status perlindungan spesies. Meskipun banyak spesies yang memiliki tingkat perlindungan tertentu, wisatawan sering kali tidak menyadari status perlindungan produk yang berasal dari spesies tersebut.
Perdagangan Satwa Liar Ilegal: Peran CITES dan Tantangan Penegakannya
Indonesia bergabung dengan UNWTO pada tahun 1975, sejak awal berdirinya, dan menjadi penandatangan CITES pada tahun 1978. CITES didirikan untuk mengatur perdagangan internasional satwa liar dengan tujuan memastikan bahwa perdagangan tersebut tidak merugikan populasi tumbuhan dan hewan liar yang diperdagangkan.
Namun, penegakan CITES menghadapi tantangan 'bias bandara', di mana jumlah spesies yang terdaftar dalam CITES yang disita di bandara cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang disita di perbatasan darat atau pelabuhan laut. Bias ini muncul karena banyaknya wisatawan yang melewati bandara, yang juga memberi kesempatan untuk memberikan informasi yang benar kepada mereka mengenai barang-barang yang boleh dan tidak boleh dibawa pulang.
Bali sebagai Pusat Perdagangan Satwa Liar: Analisis Permintaan Wisatawan dan Penegakan CITES
Bali juga dikenal sebagai pusat perdagangan satwa liar domestik dan internasional. Salah satu aspek yang kurang diketahui dari perdagangan ini adalah pemenuhan permintaan pasar internasional dan wisatawan yang berkunjung ke Bali, yang pada gilirannya berdampak signifikan terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati
Kami melakukan penelitian di daerah-daerah yang paling banyak dikunjungi di Bali dengan tujuan mendokumentasikan apakah ada spesies yang terdaftar dalam CITES yang ditawarkan untuk dijual. Jika ada, kami juga ingin mengetahui spesies apa saja yang diperdagangkan, bagian tubuh mana yang diperdagangkan, dari mana asalnya, dan yang paling penting, apakah spesies tersebut dijual dengan izin CITES.
Pelanggan utama dari toko-toko ini adalah turis internasional, sehingga masuk akal untuk mengasumsikan bahwa sebagian atau bahkan sebagian besar satwa langka ini pada akhirnya akan diekspor ke negara asal wisatawan yang membelinya.
Namun, pengamatan kami di Bali tidak sesuai dengan data ekspor resmi Indonesia yang dilaporkan ke Sekretariat CITES. Mengingat Indonesia hanya melaporkan sedikit sekali data ekspor dalam dua dekade terakhir, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa hal ini akan tiba-tiba berubah, dan pengamatan kami akan sejalan dengan data perdagangan CITES.
Toko di Bali Menjual Barang dari Spesies Terlindungi: Temuan Survei 2022-2023
Selama dua periode, antara 25 Desember 2022 dan 6 Januari 2023, serta antara 31 Mei dan 19 Juni 2023, kami melakukan survei di bagian tenggara Bali, khususnya di kota Sanur, Ubud, Legian, Tampaksiring, dan pasar burung Satria di Denpasar. Kami menemukan 66 toko yang menjual barang-barang koleksi dari spesies yang terdaftar dalam CITES (5 di Satria, 4 di Legian, 8 di Sanur, 15 di Ubud, dan 34 di Tampaksiring). Jumlah spesies dan barang yang dijual bervariasi, mulai dari satu barang hingga maksimal 15 barang dari tiga spesies (di Satria), 20 barang dari dua spesies (di Sanur), 75 barang dari tiga spesies (di Ubud), dan 60 barang dari tiga spesies (di Tampaksiring).
Semua barang dipajang secara terbuka, sering kali di etalase kaca, baik di etalase toko atau di posisi yang mencolok di dalam toko, sehingga mudah terlihat oleh pengunjung. Kami tidak diperlihatkan barang-barang yang disimpan di belakang atau di bawah meja, dan tidak ada indikasi bahwa perdagangan ini dilakukan secara tertutup. Hanya satu toko (di Ubud) yang menjual barang-barang yang mengandung bagian tubuh paus sperma dan barang-barang yang terdaftar dalam CITES, serta memasang tanda yang menyatakan 'dilarang mengambil foto dan video.
Perdagangan Spesies Terancam di Bali
Kami mengamati setidaknya 500 bagian tubuh satwa dari 20 spesies yang terdaftar dalam CITES yang dijual secara terbuka di beberapa tempat wisata internasional utama di Bali. Sebagian besar spesies tersebut terdaftar sebagai spesies yang terancam punah secara global, termasuk spesies yang dikategorikan sebagai Genting (misalnya owa dan anoa) atau Kritis (seperti orangutan Kalimantan, penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan duyung).
Meskipun spesies yang terdaftar dalam CITES hanya merupakan sebagian kecil dari barang-barang yang ditawarkan di toko-toko tersebut, mayoritas barang yang dijual adalah koleksi yang terbuat dari domba domestik (Ovis aries), kambing (Capra hircus), sapi (Bos domesticus), kerbau (Bubalus bubalis), dan anjing (Canis familiaris).
Transparansi Informasi CITES dalam Perdagangan Satwa Liar di Bali
Tidak ada satupun toko yang menampilkan informasi mengenai daftar CITES dari satwa yang dijual, dan diragukan apakah wisatawan sepenuhnya mengetahui spesies mana yang boleh dan tidak boleh diimpor secara legal ke negara mereka. Hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam transaksi juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya dalam Pasal 7, yang menyatakan bahwa kewajiban penjual mencakup prinsip itikad baik.
Dalam konteks transaksi perdagangan di mana penjual memiliki informasi spesifik mengenai peraturan barang, seperti status perlindungannya, informasi ini harus diungkapkan kepada pembeli. Terlebih lagi, dalam transaksi dengan turis asing yang berpotensi membawa barang tersebut kembali ke negara asalnya, penjual wajib memberikan informasi mengenai status barang tersebut dalam salah satu lampiran CITES.
Berdasarkan Penelitian: Jessica Chavez, I Nyoman aji Duranegara Payuse, Kuntayuni, Marco Campera dan Vincent Nijman