#
#
By Komang Dandi Tangkeban Saputra, S.M
January 8, 2025
Ecosystem Services (Kondisi Tanah) dalam Hutan Berbasis Masyarakat di Bali Barat
Ecosystem Services (KONDISI TANAH) dalam Hutan Berbasis Masyarakat di Bali Barat
Hutan merupakan ekosistem yang stabil yang dicirikan oleh keseimbangan harmonis antara tiga elemen utama: produsen (tumbuhan hijau), konsumen (hewan herbivora dan karnivora), dan pengurai. Ekologi hutan akan terjaga kestabilannya selama ketiga komponen tersebut tidak terganggu.
Dampak antropogenik terhadap hutan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori berbeda: dampak lokal dan implikasi global (Wright, 2005). Dampak lokal mencakup masuknya spesies asing, perubahan permukaan tanah, perburuan hewan liar untuk diambil dagingnya, dan pengambilan sumber daya kayu.
Melestarikan sumber daya alam, khususnya hutan, telah menjadi penekanan utama dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik, mengingat konteks deforestasi dan pentingnya hutan dalam pembangunan berkelanjutan. Bidang ilmu konservasi terintegrasi dengan kampanye kesadaran masyarakat, keterlibatan aktif, dan ekonomi berkelanjutan.
Luas Hutan Bali Barat
Kawasan hutan Bali Barat di Kabupaten Jembrana memiliki luas 424,94 km², menjadikannya kawasan hutan terluas kedua di Bali, mencakup 39,95% dari total kawasan hutan di Pulau Bali.
Hutan mempunyai fungsi penting dalam menopang penghidupan masyarakat pedesaan di sekitarnya. Hutan juga berperan sebagai faktor penting dalam mitigasi bencana seperti tanah longsor, banjir bandang, dan kemungkinan bencana lainnya. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai kewajiban untuk melestarikan hutan. Untuk menjamin konservasi hutan, penting untuk memiliki keterampilan pengelolaan hutan yang efektif.
Ecosystem services mencakup aktivitas atau fungsi ekosistem yang memberikan manfaat rutin atau sementara bagi manusia. Sistem agroforestri telah terbukti memberikan manfaat ini secara efektif, memitigasi dampak negatif deforestasi dan degradasi tanah.
Pemahaman Mengenai Kondisi Tanah
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman komprehensif mengenai kondisi tanah pada hutan berbasis masyarakat yang menerapkan sistem agroforestri di Bali Barat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2023 di total 35 petak. Petak-petak ini terdiri dari 16 sistem polikultur dan 19 sistem rustik, yang semuanya merupakan bagian dari sistem agroforestri.
Mengurangi Ketergantungan pada Teknologi
Sistem rustik mengacu pada metode pemanfaatan lahan di rainforest dengan sedikit ketergantungan pada teknologi, seperti untuk keperluan pertanian. Polikultur adalah metode pertanian yang melibatkan budidaya beragam spesies tanaman secara bersamaan, yang bertujuan untuk meniru lingkungan rainforest alami.
Parameter kesuburan tanah yang dianalisis meliputi pH, karbon organik, nitrogen total, fosfor tersedia, kalium tersedia, dan total mikroba tanah.
Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Analisis tanah dan mikrobiologi memainkan peran penting dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemeliharaan keseimbangan ekosistem. Analisis tanah dapat menentukan komposisi nutrisi, tingkat pH, dan sifat fisik tanah untuk mengevaluasi kesehatan dan kesuburannya secara keseluruhan.
Analisis tanah menawarkan penilaian komprehensif terhadap kapasitas tanah untuk menopang pertumbuhan tanaman. Hal ini membantu dalam menyusun strategi alokasi lahan yang paling efisien, yang melibatkan pemilihan spesies pohon yang sesuai dengan atribut tanah tertentu.
Analisis tanah dan penilaian keanekaragaman mikroba dapat menjadi penanda yang dapat dijadikan indikator untuk memantau perubahan lingkungan. Melalui pemahaman dan penggunaan temuan analisis tanah dan mikroba, pengelolaan hutan dapat dilakukan dengan lebih cerdas dan berkelanjutan, sehingga menjamin produktivitas dan ketahanan ekosistem hutan dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Kondisi tanah pada sistem rustik menunjukkan pH tanah netral, tingkat nitrogen total, karbon organik, dan kalium tersedia sedang. Ketersediaan fosfor dalam sistem ini rendah. Selain itu, sistem rustik memiliki total mikroba tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem polikultur. Praktik pertanian yang dilakukan dalam sistem rustik sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tanah.
Sistem rustik dan sistem polikultur diterapkan untuk menjaga kondisi tanah dan ekologi, sekaligus sebagai upaya untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduk setempat.
Berdasarkan Penelitian: Ecosystem Services (KONDISI TANAH) dalam Hutan Berbasis Masyarakat di Bali Barat
Marco Campera, Jessica Chavez, Sophie Manson, Desak Tistiana Dewi, Hanna Cioci, Kuntayuni, bersama mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa