Pembangunan Berkelanjutan Indonesia dalam Pembatasan dan Pemantauan Perdagangan Satwa Liar Ilegal

#


img

#

By Dr. Desak Ketut Tristiana Sukmadewi, S.Si., M.Si

February 19, 2025

Pembangunan Berkelanjutan Indonesia dalam Pembatasan dan Pemantauan Perdagangan Satwa Liar Ilegal

Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada tahun 2030, termasuk mengakhiri perdagangan spesies yang dilindungi serta menangani permintaan dan pasokan satwa liar ilegal. Oleh karena itu, diperlukan data jangka panjang mengenai perdagangan satwa liar dan kontribusinya terhadap perekonomian yang lebih luas.

Penelitian ini dimulai dengan program pemantauan jangka panjang terhadap perdagangan luwak hidup di pasar satwa liar (120 survei, 2010–2023). Luwak diperdagangkan sebagai hewan peliharaan eksotis dan untuk produksi kopi luwak, serta menjadi proksi bagi satwa liar terkenal lainnya. Kami mencatat 2.289 luwak dari enam spesies, termasuk yang memiliki peraturan ketat. Meskipun perdagangan ini ilegal dan bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam SDG, perdagangan tetap stabil dari waktu ke waktu dalam aspek jumlah, spesies, dan harga.

Perdagangan Satwa Liar Ilegal

Perdagangan satwa liar ilegal dan/atau tidak berkelanjutan di Indonesia marak terjadi, meluas, dan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup berbagai spesies (Bouhuys, 2019; Chng et al., 2015; Eaton et al., 2015; Harris). Perdagangan satwa liar dalam negeri tidak diatur dengan baik, dengan satwa liar diburu secara ilegal dan dijual secara terbuka di pasar satwa liar di berbagai kota besar (misalnya, Harris et al., 2015). Selain itu, perdagangan daring juga menjadi sarana utama bagi perdagangan satwa liar ilegal (misalnya, Thomas et al., 2021).

 

Perdagangan Ilegal Musang Luwak

Perdagangan ilegal musang luwak mencerminkan praktik perdagangan banyak spesies lainnya di Indonesia. Kuota panen dan perdagangan yang ditetapkan setiap tahun sering diabaikan, kebijakan dan undang-undang tidak ditegakkan dengan baik, serta perdagangan ilegal dilakukan secara terbuka tanpa menghiraukan otoritas. Meskipun jumlah musang luwak di pasar tampak stabil selama periode penelitian ini, kemungkinan populasi lokal telah menurun akibat perluasan wilayah perburuan.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak perdagangan ini terhadap populasi liar. Studi forensik, seperti analisis DNA, rambut, atau isotop, dapat membantu menetapkan asal geografis dan/atau membuktikan penangkaran.

Agar Indonesia dapat memenuhi kewajibannya dalam SDG sebagaimana ditetapkan dalam Peta Jalan SDG nasional (MNDP, 2020), diperlukan peningkatan upaya untuk menekan perdagangan musang luwak ilegal.

 

Harga Luwak di Pasar

Luwak diperdagangkan secara terbuka di pasar hewan, sehingga data perdagangan dapat diperoleh tanpa teknik penyamaran. Surveyor berjalan perlahan di pasar, mencatat jumlah dan spesies di ponsel atau buku catatan setelah meninggalkan pasar.

Kami mencatat spesies dan kategori umur (bayi, remaja, dewasa) jika memungkinkan, serta mengambil foto secara oportunistik. Bayi luwak sering kali belum disapih, bahkan ada yang masih menutup mata, menandakan bahwa mereka diambil langsung dari sarang. Kami tidak pernah mengamati bayi bersama induknya yang sedang menyusui, yang menunjukkan bahwa mereka tidak berasal dari penangkaran. Luwak dewasa lebih mudah diidentifikasi saat terlihat jelas.

Kami memperoleh harga awal musang di pasar. Harga tersebut dapat turun setelah proses tawar-menawar atau jika lebih dari satu hewan dibeli sekaligus. Harga dikumpulkan dalam IDR dan telah dikoreksi terhadap inflasi hingga Juli 2023, kemudian dikonversi ke USD$ (IDR 100.000 setara dengan US$6,53).

Data omzet luwak dari periode Januari hingga Juli 2019 diperoleh dari Lewis-Whelan et al. (2023). Estimasi rendah menunjukkan 33% luwak terjual dalam waktu seminggu, sementara estimasi tinggi menunjukkan 100% terjual dalam 10 hari. Kami berasumsi bahwa estimasi ini berlaku untuk seluruh periode penelitian serta dua pasar lainnya. Interval rata-rata antara survei berturut-turut di tiga pasar utama adalah 18,3 ± 2,4 minggu, dengan interval terpendek 3 minggu.

 

Komitmen Indonesia untuk Menekan Perdagangan Satwa Liar

Meskipun komitmen Indonesia dalam SDG bertujuan menekan perdagangan spesies yang dilindungi, mengurangi aliran keuangan gelap, dan memerangi kejahatan terorganisasi, komitmen ini tidak secara khusus menyebut kelompok taksonomi tertentu (MNDP, 2020). Fokus utama biasanya pada spesies terkenal seperti harimau (Panthera tigris), orangutan (Pongo spp.), trenggiling sunda (Manis javanica), dan beberapa jenis burung penyanyi (Adhiasto et al., 2023; Harris et al., 2015; Leupen et al., 2020; Nijman et al., 2021; Sherman et al., 2022; Sykes, 2017).

Meskipun perdagangan musang di Indonesia diatur secara ketat (Lewis-Whelan et al., 2023; Shepherd, 2008; Soehartono & Mardiastuti, 2002), dan sebagian besar spesies hanya diizinkan diperdagangkan dalam jumlah terbatas, kami menemukan banyak musang yang dijual secara bebas. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam jumlah, komposisi usia, dan harga jual musang di Jakarta, Bandung, dan Denpasar, yang tidak mendukung hipotesis awal bahwa pasar-pasar ini memiliki karakteristik perdagangan yang serupa.

 

Ketentuan Hukum dan Pengawasan

Ketentuan hukum dan pengawasan pemerintah terkait perdagangan satwa liar ilegal harus diperkuat. Pemerintah disarankan untuk menegakkan hukum dengan lebih ketat dan memperkuat legislasi guna mendukung SDG serta menghentikan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi di Indonesia.

Sistem kuota perlu diteliti lebih kritis karena selama beberapa dekade telah direkomendasikan untuk diterapkan secara lebih efisien dan berbasis data kuantitatif yang digerakkan oleh sains (Shepherd, 2008; Soehartono & Mardiastuti, 2002). Di tingkat provinsi, perlu dilakukan evaluasi mengenai lokasi dan jumlah musang yang boleh dipanen, serta bagaimana hal tersebut tercermin dalam perdagangan. Misalnya, perdagangan musang di Bali seharusnya tidak terjadi karena tidak ada panen yang diizinkan di provinsi tersebut. Di tingkat nasional, perlu ada sistem kuota yang lebih transparan serta memastikan bahwa kuota yang tidak digunakan di suatu provinsi tidak dipindahkan ke provinsi lain.

Studi forensik dapat berperan dalam memberikan bukti asal-usul satwa liar yang diperdagangkan. Oleh karena itu, kami mendorong pihak berwenang di Indonesia untuk memastikan penerapan kuota secara efektif dan mengambil tindakan tegas terhadap pedagang yang melanggar kebijakan serta undang-undang nasional. Lebih lanjut, kami merekomendasikan agar pasar satwa liar yang menjadi pusat perdagangan ilegal ditutup secara permanen.

Berdasarkan Penelitian: Vincent Nijman, Abdullah Abdullah, Desak Ketut Tristiana Sukmadewi, dkk.